Rabu, 26 April 2017


LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN PENGGEMUKAN
“Manajemen Penggemukan Sapi Potong di Desa Lambusa Kec. Konda Kab. Konawe Selatan Kota Kendari”


OLEH
NAMA            : GORISMAN MATUALESI
STAMBUK   : L1A1 13 009
KELAS           : A
ASISTEN        : YUNUS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sulawesi Tenggara sebagai salah satu sentraper tumbuhan ternak baru di Kawasan Timur Indonesia, memiliki sumber dayaalam yang cukup potensial untuk pengembangan ternak, terutama ternak ruminansia. Hal ini mengingat luas areal lahan yang baru dimanfaatkan untuk areal perkebunan (kelapa, coklat jambu mente) sebesar 280.546 hektar dari total luas areal 5.432.86 hektar (BPS Sultra, 2000). Kondisitanah di Sulawesi Tenggara yang sedikit unsure hara atau pedsolik merah kuning  (PMK),  maka  daerah  ini  lebih  cocok  dan  menguntungkan  bagi  pengambangan  sapi potong .
Populasi sapi khususnya sapi bali 91% dari populasi sapi potong di Sulawesi Tenggara. Selanjutnya dinyatakan bahwa tujuan pemeliharaan sapi Bali di Sulawesi Tenggara adalah untuk penopang kegiatan pertanian dan memenuhi kebutuhan hidup petani.   
Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu usaha yang sudah berkembang secara pesat dan telah menyebar di wilayah Indonesia. Dalam setiap usaha peternakan harus memperhatikan 3 hal yang sangat penting untuk keberhasilan usaha penggemukan ternak sapi yaitu 1) breed, 2) feed, dan 3) manajemen, ketiga hal tersebut harus berkaitan dan berhubungan satu sama lain. 
Untuk keberhasilan usaha penggemukan sapi potong, maka yang harus diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan yang terarah dan pengelolah yang professional. Usaha penggemukan sapi potong sangat berkembang pesat karena masyarakat sadar akan kebutuhan hewani, sehingga permintaan akan daging terus meningkat. 
Usaha penggemukan sapi potong tidak hanya diusahakan oleh industri-industri besar tetapi juga diusahakan oleh petani peternak meskipun dalam hal manajemen pemeliharannya petani peternak masih relative sederhana. Usaha penggemukan sapi potong berkembang sangat pesat karena sapi potong sebagai ternak yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Tingginya nilai ekonomis ini ditentukan oleh berat karkas dan kualitas daging. Usaha penggemukan sapi potong memiliki keuntungan ganda, selain pertambahan bobot badan ternak sapi, limbah kotoran sapi dapat diproses untuk dijadikan pupuk.
Manajemen pemeliharaan usaha penggemukan sapi potong harus diperhatikan yang meliputi: 1) perkandangan, 2) pembibitan, 3) pakan dan pemberiannya, 4) pengendalian penyakit, 5) recording, 6) pemanenan hasil/pemasaran, 7) penaganan limbah dan 8) manajerial.

1.2. Tujuan dan Manfaat
            Adapun tujuan dari praktikum manajemen penggemukan pada sapi potong ini yaitu untuk mengetahui sistem manajemen pemeliharaan penggemukan sapi potong, serta penyakit yang sering terjadi
            Adapun manfaat dari praktikum manajemen penggemukan pada sapi potong ini adalah, kita mengetahui bagaimana cara memelihara ternak yang baik.
















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan Daging Sapi di Indonesia
Usaha penggemukan sapi akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat diberbagai daerah yang mengusahakan penggemukan sapi potong. Perkembangan usaha penggemukan sapi ini di dorong oleh permintaan daging yang terus meningkat dari tahun ketahun.
Menurut Anonimus (2004) kebutuhan daging sapi dalam negri pada tahun 1998-2003 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan data kebutuhan daging pada tahun 1998 sebesar 405.000kg sedangkan pada tahun 2003 kebutuhan daging meningkat menjadi 441.000kg.
2.2. Metode Penggemukan Sapi Potong
Di Indonesia sistem penggemukan sapi dikenal dengan sistem kereman. Dalam penggemukan sapi sistem kereman ini sapi yang dipelihara didalam kandang terus menerus dalam periode tertentu. Sapi tersebut diberi makan dan minum di dalam kandang, tidak digembalakan ataupun dipekerjakan (Sugeng, 2002). 
Menurut Siregar (2003), sistem penggemukan terdiri dari tiga macam penggemukan 1)Dry Lot Fattening yaitu pemberian ransum dengan pemberian biji-bijian atau kacang-kacangan, 2) Pasture Fattening yaitu sapi yang diternakan digembalakan dipadang pengembalaan, 3)Kombinasi anatara Dry Lot Fattening dan Pasture Fattening yaitu system ini dilakuakn dengan pertimbangan musim dan ketersedian pakan. Di daerah tropis pada saat musim produksi hijauan tinggi penggemukan dilakukan dengan Pasture Fattening sedangkan pada saat hijauan berkurang penggemukan dilakukan dengan cara Dry Lot Fattening.





2.2.1. Perkandangan
Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi, mencegah sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dengan adanya kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga. Menurut Siregar (2006) pembuatan kandang untuk penggemukan memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Memberi kenyamanan bagi sapi-sapi yang digemukkan dan bagi si pemelihara ataupun pekerja kandang. 
b. Memenuhi persayaratan bagi kesehatan sapi
c. Mempunyai ventilasiatau pertukaran udara yang sempurna
d. mudah dibersihkan dan terjaga kebersihannya
e. memberi kemudahan bagi peternak ataupun pekerja kandang pada saat bekerja sehingga efisiensi kerja dapat tercapai
f. bahan-bahan kandang yang digunakan bertahan lama, tidak mudah lapuk, harganya relative murah dan mudah didapat didaerah sekitar
gtidak ada genangan ait didalam ataupun diluar kandang.

2.2.2. Pemilihan Bibit Sapi Potong
            Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan dikembangkan. Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan pakan sesuai sehingga mampu memberikan keuntungan tertentu dibandingakan bangsa lainnya. Bangsa-bangsa sapi dapat dibagi menjadi 4 yaitu bangsa Eropa, bangsa India, bangsa yang dikembangkan di Amerika Serikat dan yang terakhir disebut bangsa eksotik. Sebenarnya tidak ada bangsa yagn sempurna sebab setiap ternak memeliki sifat-sifat yang cocok untuk keadaan tertentu ataupun tidak cocok untuk keadaan tertentu pula. Pemilihan suatu bangsa sapi tergantung pada kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi reproduksi, kemauan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan dan pertambahan berat badan. (Blakely dan Blade, 1996)


2.2.3. Penyakit
            Kejadian penyakit diare pada pedet sangat tinggi diare dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa E. coli merupakan salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan jaringan epitel dalam usus berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi) menjadi metode pengeluaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit diare berupa antibiotik (streptomicyn) dapat mengurangi populasi bakteri sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan normal kembali. 
            Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa ukuran pedet yang terlalu besar pada waktu partus, menyebabkan kontraksi dinding perut yang kuat, mendorong dinding uterus membalik keluar, sedang serviks masih dalam keadaan terbuka lebar (kendor).
            Toelihere (1985) menyatakan bahwa pada dasarnya retensio secundinae diakibatkan oleh kegagalan pelepasan kotiledon selaput dari karangkula induk. Pengobatannya adalah plasenta yang masih tertinggal dikeluarkan dengan cara enukleasi. Selain itu juga penyakit yang sering menyerang induk adalah prolapsus uteri. Prolapsus uteri atau pembalikan uterus terjadi sesudah patrus dan jarang terjadi beberapa jam setelah itu, apabila pembalikan uterus paling tinggi hanya mencapai canalis cervicalis keadaan ini disebut inversion uteri.Inversio uteri jarang terjadi tanpa prolapsus uteri oleh karena itu disebut prolapsus uteri, dimana seluruh uterus membalik dan menggantung keluar dari vulva (Toelihere, 1985).

2.2.4. Pakan
            Menurut Hartadi (1986) konsentrat adalah suatu bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keseimbangan nutrisi dari keseluruhan bahan pakan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau pakan pelengkap. 
            Menurut Murtidjo (1990) bahan pakan digolongkan menjadi 3 yaitu pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. 1)Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan. Yang termasuk hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan untuk ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering. 2) pakan penguat yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah dan mudah dicerna. 
Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes.. yang berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrient pada bahan pakan lain yang nilai nutriennya rendah. 3) pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, urea. (Anonimus, 2001).
            Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu tersedianya bahan baku pakan yang digunakan, kandungan zat-zat pakan dari bahan baku tersebut dan kebutuhan zat pakannya. Pemberian pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat pakan dan jumlah konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan tidak maksimal (Tillman, 1998). 
            Pakan adalah bahan yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh ternak, yang mengandung kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan ternak. Pakan menurut cullison (1982) memiliki fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama bagi ternak adalah;
• Sebagai bahan material untuk menyusun dan menjaga struktur tubuh.
 Sebagai sumber energi.
 Untuk menjaga keseimbangan metabolism dalam tubuh.

            Adapun fungsi tambahan pakan adalah sebagai sumber energi untuk proses produksi susu, daging, kulit, dan wool. Bahan pakan yang dipilih harus berkualitas dan memenuhi syarat yaitu tidak berjamur dan tidak berdebu. Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji – bijian atau hasil samping dari pengelolaan produk pertanian seperti; bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, ampas tahu, tetes dan sebagainya. Biasanya pakan konsentrat mengandung protein yang tinggi (Darmono, 1992).
            Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu tersedianya bahan baku yang akan digunakan, kandungan zat – zat makanan dari bahan baku tersebut dan kebutuhan zat makanannya. Pemberian pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat makanan dan jumlah konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan tidak maksimal (Tillman, dkk; 1998).

2.2.5. Penanganan Limbah
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000).
Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos.
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan Organic seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani, 1999).
III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum penggemukan sapi potong dilakukan pada tanggal 28 Mei 2016 di Desa Lambusa Kec Konda Kabupaten Konawe Selatan Kota Kendari,  pada pukul 08.00 sampai selesai.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Peraktikum
            Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong dapat dilihat pada Table 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum  penggemukan sapi potong
No.
Alat
Kegunaan
1.
2.
Alat tulis
Kamera
Untuk mencatat hasil pengamatan
Untuk Dokumentasi

3.2.2. Bahan Praktikum
            Bahan dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan pupuk kompos (organik) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong
No.
Bahan
Kegunaan
1.
Sapi
Sebagai bahan amatan
2.
Kandang
Sebagai bahan amatan
3.
Pakan
Sebagai bahan amatan




3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong adalah sebagai berikut :
1.      Pada tahap pertama yaitu mempersiapkan alat dan bahan praktikum dengan   lengkap.
2.      wawancara dengan peternak terkait dengan jumlah ternak, pakan yang digunakan, ukuran kandang, lama berternak, pengalaman berternak, modal usaha, dan lainya.
3.      dokumentasi dengan peternak untuk kebutuhan laporan.
4.      selesai













IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil praktikum penggemukan sapi potong di Desa Lambusa, dusun 4, Kec. Konda, Kab. Konawe Selatan yaitu
Nama Responden        : Danang Kusdiman
Umur                           : 22 tahun
Pendidikan Terakhir    : Sementara Kuliah
Pekerjaan                     : Peternak dan Pengusaha Tempe

Identifikasi Ternak :
·         jenis dan jumlah ternak : sapi bali sebanyak 7 ekor (jantan)
·         Skor kondisi tubuh        : Rata-rata gemuk, sedang
Gambaran Kandang :
·         Kandang semi permanen dengan jarak kurang dari 50 m dari rumah
·         Jenis kandang yaitu kandang lantai, dan kandang kelompok
·         Pola pemeliharaan yaitu Intensif dengan cara di kandangkan
·         Tujuan pemeliharaan yaitu untuk digemukkan kemudian dijual
Tata laksana pemberian Pakan
·         Pemberian pakan dilakukan dengan cara diberikan secara langsung dikandang, dengan pemberian 3 kali sehari.
·         Jenis pakan yag diberikan berupa ampas kedelai dan rumput hijauan
Pencegahan dan pengendalian penyakit
·         Penyakit yang sering menyerang yaitu lumpuh,
·         Gejala penyakit yaitu tidak mau makan, bulu kusam, dan lumpuh
·         Penangana/pengobatan yaitu memanggil dokter hewan




4.2. Pembahasan
Usaha peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. pengelolaannya masih merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) mengusahakan ternak sebagai bagian sehari-hari.
Rendahnya populasi ternak sapi di Indonesia selama ini karena pada umumnya sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dan masih secara tradisional dengan lahan dan modal yang terbatas. Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Pengadaan bibit, pemberian makanan, pemeliharaan atau lain sebagainya belum menggunakan teknologi modern. Dalam usaha pemeliharaan tersebut umumnya tanpa dilandasi ilmu pengetahuan.
BPS Sultra melaporkan bahwa ada 3 jenis sapi potong di Sulawesi Tenggara yang dipelihara petani yaitu sapi Bali (91,1%), peranakan Ongole (5,0%), dan sapi Madura (3,9%). Salah satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup prosfektif di Sulawesi tenggara adalah Kabupaten Kendari, karena disamping potensi luas wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan strategis di Sulawesi Tenggara. Wilayah daratan  Kabupaten Kendari umumnya berbasisi afroekosistim lahan kering, sehingga sapi bali dapat menjadi penopang system paetanian irigasi dan tegalan.
Menurut Abet (2001) Populasi sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali, sedangkan khusus untuk wilayah kecamatan konda menurut data statistic setempat, untuk tahun 2000 populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh petani peternak dan terintergrasi secara subsistim dengan pertanian pangan, yang didominasi dengan pemeliharaan secara sederhana.




V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan pada hari Sabtu 28 maret  2016 sampai pembahasan yang telah dibahas diatas maka dapat disimpulkan bahwa peternakan di desa lambusa sistem di kandangkan terus - menerus, tidak pernah dilepaskan atau digembalakan. Pemberian pakannya secara terus-menerus, jika habis pakan diberikan kembali. Dan kesehatan ternak ditanggulangi dokter hewan.

5.2. Saran
Praktikan seharusnya dapat berkunjung ke tempat peternakan lainnya agar dapat membandingkan manajemen peternakan yang baik. Dan dapat mengaplikasikan ke kehidupannya masing-masing.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012a.budidayaternak.comxa.Penggemukan sapi potong .Diakses pada tanggal 27  mei 2016
Aritonang, D. 1995. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
Blakely, J. Dan D.H. Blade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Bundy, C., R. V. Diggins and V. W. Christensen. 1976. Swine Production. Iowa State University, USA.
http://sapi.penawaran.net/jenis-sapi-limousin-sapi-po-peranakan-ongole-sapi-simental-sapi-bali
http://agusafwantonofpp.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-sapi-potong-dan-cara.html
khaeryah.blogspot.com/2010/10/manajemen-ternak-potong-jenis-kandang. Diakses pada tanggal 27  mei 2016
Pond, W. G. dan J. H. Manner. 1974. Swine Production in Temperate and Tropical Environments. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Sihombing,D.T.H. .1997. Ilmu Ternak Babi Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sastroamidjojo, S.M. 1985. Ternak Potong dan Kerja. CV.Yasaguna, Jakarta.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar