ILMU
LINGKUNGAN TERNAK
“
MANAJEMEN TERNAK DI DAERAH TROPIS”
OLEH
:
GORISMAN MATUALESI
L1A1 13 009
KELAS A
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Rumah Potong Hewan adalah (RPH)
adalah suatu bangunan atau komplekbangunan dengan desain dan konstruksi khusus
yang memenuhi persyaratanteknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai
tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Rumah Potong Hewan
yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH yang ada di Kota Pontianak
sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan
penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi kebutuhan penduduk
sekitarnya. Rumah Potong Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam
penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan
dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan disekitarnya. Selain
menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa
dimanfaatkan dan limbah.
Daging adalah salah
satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk
kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat
mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya
menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai
pangan yang mudah rusak (perishable food). Beberapa penyakit hewan yang
bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia)
dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga
dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida
atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan
yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous
food/PHF. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging
dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan
(RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot
(hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap
daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan
dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap
kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan
sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat
dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang
perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan,
dan kesejahteraan hewan.
B.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari diadakannya praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari.
2. Untuk
mengetahui penanganan limbah serta hasil limbah RPH Kota Kendari.
3. Untuk
mengetahui dampak keberadaan RPH
terhadap masyarakat sekitar.
Manfaat dari diadakannya praktikum
ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat
mengetahui manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari
2. Dapat
mengetahui mengetahui penanganan limbah serta hasil limbah RPH Kota Kendari
3. Dapat
mengetahui dampak keberadaan RPH terhadap masyarakat sekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
RPH
(rumah potong hewan)
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu komplek bangunan
dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan
hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH Kota Bogor memiliki konsep terpadu
dimana RPH tidak hanya memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam
jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas tetapi juga RPH
dilengkapi dengan kandang-kandang penampungan, pasar hewan, klinik, meat shop
dan unit pengolahan ayam ungkep, koasistensi/ magang/ penelitian/ study banding
( pelajar, mahasiswa dan instansi (pemerintah maupun swasta) serta menjadi
kawasan eduagrowisata sehingga pelayanan yang diberikan sangat lengkap dari
hulu ke hilir atau one stop shopping. RPH Terpadu Kota Bogor yang berdiri di
atas lahan 5 Ha diharapkan dapat menjadi RPH percontohan di Indonesia.
Daging merupakan bahan
pangan asal ternak yang dibutuhkan oleh manusia karena memiliki nilai gizi yang
tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan
sel- sel baru, pergantian sel-sel rusak serta diperlukan bagi metabolisme
tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat, daging harus
memenuhi aspek kuantitatif, aspek kualitatif (nilai gizi), aspek kesehatan
(syarat-syarat hygiene) dan aspek kehalalan, sehingga diperoleh produk yang
aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis, (Rumah potong hewan terpadu, 2014).
Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis, (Rumah potong hewan terpadu, 2014).
B.
Syarat
dan standar kelayakan RPH
Syarat–syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri
Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi
prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi kebutuhan
lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi kebutuhan daging
antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu Propinsi Daerah Tingkat
I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah Tingkat I dan memenuhi
kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993).
Berikut ini syarat-syarat RPH (rumah potong hewan) :
a. Merupakan
tempat atau bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi dengan atap,
lantai dan dinding.
b. RPH memiliki
tempat atau kandang untuk menampung hewan sebelum pemotongan. Pada tempat atau
penampungan tersebut, hewan diistirahatkan dan diperiksa kesehatannya
(pemeriksaan antemortem).
c. Memiliki
persediaan air bersih yang cukup.
d. Tempat atau
bangunan dilengkapi dengan sumber cahaya (misalnya lampu petromaks).
e. Terdapat
meja atau alat penggantung daging,agar daging tidak bersentuhan dengan lantai.
f. Terdapat
saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga lantai tidak digenangi air buangan
dan air bekas cucian.
g. Diawasi oleh
dokter hewan atau pemeriksa daging atau petugas berwenang dari Dinas
Peternakan.
h. Setelah
proses pemotongan, RPH harus dibersihkan sehingga terjaga kebersihan dan
kesehatan RPH (Anonim 2006).
Desain dan tata ruang
akan membicarakan permasalahan kompleks Rumah Potong Hewan yang meliputi
bangunan dan perlengkapannya beserta denah dari berbagai tipe RPH. Pembahasan
ini banyak diambil dari pendapat Lestari (1993).
Produk peternakan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak dan dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit dari hewan ke manusia. Untuk itu dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang sehat dan tidak membahayakan manusia bila dikonsumsi sehingga harus memenuhipersyaratankesehatan (Koswara,1988).
Produk peternakan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak dan dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit dari hewan ke manusia. Untuk itu dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang sehat dan tidak membahayakan manusia bila dikonsumsi sehingga harus memenuhipersyaratankesehatan (Koswara,1988).
Tata ruang RPH yang baik dan
berkualitas biasanya dirancang berdasarkan desain yang baik dan berada di
lokasi yang tepat untuk memenuhi keperluan jangka pendek maupun jangka panjang
dan menjamin fungsinya secara normal. Secara garis besar dari
berbagai syarat bangunan dan perlengkapan yang diperlukan, maka RPH dapat
diterjemahkan dalam tata ruang sesuai dengan tipenya(Lestari,1993).
Perancangan bangun RPH
berkualitas sebaiknya sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan sebaiknya
sesuai dengan Instalasi Standar Internasional dan menjamin produk sehat dan
halal.RPH dengan standar internasional biasanya dilengkapi dengan peralatan
moderen dan canggih, rapi bersih dan sistematis, menunjang perkembangan ruangan
dan modular sistem. Produk sehat dan halal dapat dijamin dengan RPH yang
memiliki sarana untuk pemeriksaan kesehatan hewan potong, memiliki sarana
menjaga kebersihan, dan mematuhi kode etik dan tata cara pemotongan hewan
secara tepat. Selain itu juga harus bersahabat dengan alam, yaitu lokasi
sebaiknya di luar kota dan jauh dari pemukiman dan memiliki saluran pembuangan
dan pengolahan limbah yang sesuai dengan AMDAL (Lestari, 1993).
C.
Penanganan
Limbah
Menurut
Darmawan & Lions (1981)Metode sederhana & relatif murah utk pengolahan
limbah RPH (tetapi metode ini hanya sedikit menanggulangan problema lingkungan
& dengan memisahkankesehatan)
komponen-komponen yang terdapat di dalam cairan RPH, seperti
1. Darah,
dapat dikumpulkan di bak pengumpulan darah atau dialirkan ke bah ksusus dengan
sistem drainage sehingga darah tidak bercampur dengan limbah cair lain dan
dapat dioleh sebagai hasil ikutan (by product)
2. Lemak,
dapat dikumpulkan dengan menangkap partikel-partikel lemak dengan menggunakan
sistem perangkat Bahan padat dapat dikumpulkan dengan cara mencuci &
memisahkan isi perut (rumen) kemudian menyaring limbah cair tersebut.
Penanganan limbah pasca pemotongan di RPH dilakukan
hanya pada isi rumen, selain dari limbah isi rumen tersebut seperti tulang,
darah, kulit dan lainnya dijual pada masyarakat atau perusahaan yang
berproduksi di bidang limbah peternakan seperti perusahaan kerupuk kulit,
tepung tulang, tepung darah dan lainnya.
Sebenarnya isi rumen dapat dijadikan kompos, akan
tetapi RPH Ambarawa memilih untuk membuang ke sungai. Cara pembuangannya yaitu
dengan cara mencuci rumen di dalam air yang mengalir lalu air hasil cucian
dialirkan ke sungai saluran air tetapi sebelum air hasil cucian sampai di
sungai saluran air dibuat zig – zag agar sampai di sungai hanya airnya saja,
dan isi rumen yang ikut hanyut tersangkut di dalam saluran air yang berbentuk
zig – zag.
Cara pengolahan limbah
menurut Dart (1985)
1.
Chemical Treatment
Partikel-partikel yang kecil dari
zat organik tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi, untuk mengatasi hal ini,
maka partikel yang kecil perlu digabungkan menjadi kumpulan partikel. Proses
koagulasi ini dengan cara menambahkan coagulant seperti Alumino Feric (setara
dengan 17 ppm Aluminium), dan dapat mengurangi kadar BOD5 air limbah dari 856
ppm menjadi 305 ppm (reduksi 64%).
2. An aerobic Biological Treatment
2. An aerobic Biological Treatment
Proses digesti
anaerobic diselenggarakan tanpa adanya gas oksigen mikro organisme anaerobic
dalam proses tersebut menggunakan oksigen yang terdapat dalam bahan organik.
Pada pengolahan air limbah dengan cara ini, bahan organik di dalam limbah
tersebut akan dipecah menjadi gas Methane (CH4) dan karbondioksida (CO2).Dengan
cara ini reduksi kadar BOD5 air limbah RPH dapat mencapai 95%
3. Aerobic Biological
Treatment
ada 3 cara utama
pengolahan limbah cair RPH secara aerobic dengan menggunakan prinsip-prinsip
biokimiawi, yaitu :Activated sludgeMikroorganisme aerobik bereaksi dengan udara
sehingga terjadi proses biologis oleh bakteri tsb. Setelah proses terjadi,
cairan yang tercampur tadi mengalir menuju tangki pengenadapan di mana
Activated sludge mengendap & terjadi proses biologis bakteri aerob, Sehingga cairan supernatant di tangki
pengendapan dihancurkan & keluar sebagai efluen.
b.
Oxydation
Ponds
Kolam oxidasi adalah
bentuk sederhana dari Aerobic biological treatment dan dapat dipandang sebagai
proses pengolahan limbah secara alam.
memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang, baktyeri dan oksigenàPrinsip kerjanya.
c. Trickling Filters
memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang, baktyeri dan oksigenàPrinsip kerjanya.
c. Trickling Filters
Pada Trickling Filters
digunakan saringan tipis seperti film yang mempunyai permukaan kuat.Limbah
ditahan pada permukaan filter & langsung turun ke bawah, sementara itu
udara percolasi menembus tapis tengah & memberikan suply oksigen untuk
purifikasi.Trickling Filters merupakan metoda yang baik untuk pengolahan limbah
cair RPH & industri daging karena standard efluent yang baik dapat dicapai.
Pemusnahan limbah padat
RPH yaitu dengan :
a. Dibakar
metode ini paling baik & memuaskan. untuk memusnahkan limbah padat RPH yang
tidak dapat didaur ulang adalah dengan jalan membakar limbah padat tersebut
dalam suatu tungku pembakaran (Incenirator).
b. DitanamCara
ini tidak dianjurkan karena bahan-bahan berbahaya dari limbah tersebut dapat digali
kembali oleh binatang lain. Dampak psitif atau manfaat tersebut dapat berupa :Hygiene
lingkungan pada daerah sekitar RPH menjadi lebih baik.
D.
Dampak
limbah terhadap lingkungan
Dampak positif atau manfaat tersebut
dapat berupa :
1. Hygiene
lingkungan pada daerah sekitar RPH menjadi lebih baik.
Daerah tsb tidak dicemari oleh darah, isi rumen & intestinal, serta kotoran ternak (feses) yang menumpuk. Keadaan lingkungan yang baik & bersih dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga produktivitas masyarakat kerja dapat lebih ditingkatkan lagi.
Daerah tsb tidak dicemari oleh darah, isi rumen & intestinal, serta kotoran ternak (feses) yang menumpuk. Keadaan lingkungan yang baik & bersih dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga produktivitas masyarakat kerja dapat lebih ditingkatkan lagi.
2. Berkurangnya
tempat untuk berkembang biak binantang penyebab dan penyebar penyakit, sehingga
incidence penyakit yang erat hubungannya dengan keburukan pengelolaan limbah
RPH dapat ditekan.
3. Daging
asal ternak yang dipotong di RPH dapat terhindar dari kontaminasi penyakit,
sehingga tujuan utama pendirian RPH dapat terpenuhi yaitu memproduksi daging yang
sehat dan aman bagi konsumen (Kunto anggoro 2011)
pencemarannya yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan
pencermaran. Biasanya limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama
dan tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran
limbah yang tidak dapat dilihat.
Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah
ini merupakan efek dari karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak
dapat dilihat dengan mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang
ditimbulkan yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan raksa (Hg)
di Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya
kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di
Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).
BAB II
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal
06 Desember 2014 mulai pukul 07.00 WITA sampai selesai, bertempat di RPH
(rumah potong hewan), Kelurahan Anggoya Kota Kendari.
B.
Alat
dan Bahan
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum pengolahan
lahan hijauan makanan ternak
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat tulis
|
Untuk
mencatat hasil praktikum
|
2.
|
Kamera
|
Untuk dokumentasi
|
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum
pengolahan lahan hijauan makanan ternak
No
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Sapi jantan dan betina
|
Sebagai objek pengamatan
|
C.
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu
:
1.
Menyiapkan alat
dan bahan yaitu alat tulis, kamera dan sapi.
2.
Mendengarkan arahan
dari kepala RPH tentang manajemen lingkungan dan proses sanitasi.
3.
Mengamati lingkungan
disekitar RPH
4.
Mewawancarai masyarakat
disekitar lingkungan RPH tetang dampak keberadaan RPH terhadap masyarakat.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Manajemen lingkungan dan prosedur
sanitasi
ü Daging ASUH
Aman :Daging
tidak mengandung bahaya biologo,kimiawi, dan fisik yang
dapat menyebabkan penyakit serta
mengganggu kesehatan manusia.
Sehat : Daging memiliki zat-zat yang dinbutuhkan dan beguna bagi tubuh
manusia
Utuh :Daging tida dicampur dengan bagian lain dari
hewn tersebut atau bagian
dari hewan lain
Halal : Hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat
agama islam.
Penyembelihan halal
Persyaratan penyembelihan :
1. Orang yang
menyembelih harus beragama islam, dewasa( baligh) dan berkal sehat baik
laki-laki maupun perempuan
2. Pada saat akan menyembelih disunatkan membaca
shalawat dan takbir 3 kali disamping membaca basmallah
3. Alat penyembelih harus tajam dan bersih
4. Penyembelihan
dilakukan pada pangkal leher dengan memutuskan alurn pernafasan, makanan, dan
pembuluh darah leher dengan sekali sayatan.
Persyaratan ternak :
1. Ternak harus
dalam keadaan hidup, sehat dan bersih
2. Ternak
menghadap kiblat
3. Menghindari
ternak stres sebelum disembelih
4. Setelah
penyembelihan, darah dibiarkan keluar sampai berhenti mengalir kemudian
dilakukan mengerjakan berikutnya
Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mengutamakan atau
menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi tingkat derajat kesehatan manusia. Menurut Ehler and Steel (1980),
sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor lingkungan yang dapatmerupakan
mata rantai penularan penyakit. Pengertian sanitasi mengarah kepada usaha
konkrit dalam mewujudkan kondisi hygiene dan usaha ini dinyatakan dengan
pelaksanaan di lapangan berupa pembersihan, penataan,
sterilisasi, penyemprotan hama, dan sejenisnya. Oleh karena itu jika hygienis
merupakan tujuan, maka sanitasi merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan
tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut maka diperlukan suatu sistem yang
mengatur pelaksanaan hygienis dan sanitasi sedangkan menurut West, Wood dan
Harger (1996) sanitasi berasal dari bahasa latin ”sanus” yang berarti ”sound
and healthy”atau bersih secara menyeluruh.
B.
Penanganan Limbah Serta Hasil Limbah
Berdasarkan
pengamatan yang dilakuakan limbah dari pemotongan sapi di RPH belum terkeelola
dengan baik.Disekitar RPH masih banyak terdapat kotoran kotoran yang tidak
dikelola, terutama pada limbah cair yang bisa menimbulkan bau yang tidak sedap
karena mengandung gas. Petugas RPH biasanya mengatasi bau yang tidak sedap
dilakukan dengan cara menambahkan larutan E4 kedalam limbah-limbahdari
pemotongan. Namun perlakuan ini tidak efektif karena walupun dengan penambahan
E4 bau dari limbah ini tetap tercium bila tertiup oleh angin.
Kotoran
atau limbah RPH ini sebenarnya dapat memberikan keuntungan yang bersar apa bila
dikelola dengan baik, selain itu dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat. Pada limbah cair misalnya dapat diolah
menjadi biogas melalui proses fermentasi. Menurut (Padmono, 2005) penggunaan
teknikanaerobik memberikan suatu penyelesaian darisisi limbah cair RPH, karena
ditinjau darijumlah komposisi dan
konsentrasipencemarannya,
sangat sesuai untukmengolahnya secara anaerobik yang
dapatbanyak menurunkan tingkat pencemaran tinggidalam air limbahnya.
Menurut
(Budiyono, 2007) Pengolahan air limbah secara biologis terutama diarahkan untuk
mengolah kandungan bahan organic terlarut dari air limbah. Teknik ini
memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik untukmemenuhi
kebutuhan metabolismenya dengan cara mendegradasi senyawa organik yang ada di
dalam air limbah.Proses pengolahan secara aerobik memiliki beberapa
keterbatasan antara lain memerlukan energi yang tinggi untukaerasi dan
menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga memberikan permasalahan
tersendiri bagilingkungan.
C.Dampak
Keberadaan RPH Terhadap Masyarakat sekitar
Pendapatmasyarakatdisekitar
RPH denganadanya RPH
Narasumber 1
Keuntungan:lebihmudadalammendapatkandagingdenganharga
yang murahdantempatnya yang lebihdekat.
Kerugian :Baudarikotarankadang-kadangterciumkarnahembusan
angin
Saran :
sebaiknyapihak RPH lebihmengaturmenejemendidalam RPH agarlebihmemperhatikansapi
yang keluarmasukdalamkandang.
Narasumber
2
Pendapat : masyarakatsangatsenangdenganadanya
RPH dikotaKendari
Keuntungan : tempatpemotongandekatsehinggadapatmemudahkanmendapatkandaging
yang baikdanberkualitas.
Saran :
sebaiknyalimbahdarisapi yang dipotongdapatdiolahsebagaipupuk yang biasbermanfaatbagimasyarakat.
Narasumber 3
Pendapat :
tidakadakeuntungandenganadanya RPH
Kerugian : adanya RPH menimbulkankerugianbagimasyarakat,
utamanyaadanyapencemaransungaiolehlimbadaripemotongan
Saran :sebaiknyapembuangankotoranataulimbahdari
RPH perludiolahlebihbaik, misalnyadiolahmenjadi biogas ataupupuk yang
dapatmemberikanmanfaatbagimasyarakat.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum sifat
kualitatif dan sifat kuantitatif sapi sebagai berikut :
1. Manajemen
lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari yaitu untuk manajemennya lingkungannya
yaitu untuk dagingnya manajemennya secara asuh yaitu aman, sehat, utuh dan
halal dan lingkungannya sangat bau
dimana limbah kotoran ternak kurang diberrsihkan sehingga menimbulkan bau yang
tidak sedap didalam kandang maupun diluar kandang. Untuk proses sanitasinya Menurut
Ehler and Steel (1980)
2. RPH di Kendari yaitu belum terkeelola dengan
baik.Disekitar RPH masih banyak terdapat kotoran kotoran yang tidak dikelola,
terutama pada limbah cair yang bisa menimbulkan bau yang tidak sedap karena
mengandung gas. Petugas RPH biasanya mengatasi bau yang tidak sedap dilakukan
dengan cara menambahkan larutan E4 kedalam limbah-limbahdari pemotongan. Namun
perlakuan ini tidak efektif karena walupun dengan penambahan E4 bau dari limbah
ini tetap tercium bila tertiup oleh angin.
3. Dampak
keberadaan RPH dikota kendari terhadap masyarakat sekitar yaitu dari 3 orang
masyarakat yang diwawancarai dimana 2 orang mengatakan sangat menguntungkan dan
yang 1 mengatakan sangat merugikan. Adapun yang 2 orangnya bilang bahwa sangat
menguntungan karena sangat muda dalam mendapatkan daging yang baik dan
berkualitas serta harga yang murah. Sedangkan yang 1 orang mengatakan sangat
merugikan karena adanya RPH (rumah potong hewan) menimbulkan pencemaran sungai oleh limba dari pemotongan.
B.
Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada
praktikum selanjutnya,agar waktu praktikum asisten lebih rinci lagi menjelaskan
agar kami lebih mengerti pada saat melakukan praktikum,sehingga kami tidak
melakukan kesalahan pada saat praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006.Standar
Naasional Indonesia Sub Sektor Peternakan.http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/info.html. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.
kikho 2013http://kikhodinobaggio.wordpress.com/2013/01/22/pengertian-limbah-dampak-terhadap-lingkungan-dan-kesehatan-serta-penanggulangannya. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.
Koswara, O.,
1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport
Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.
Kuntoanggoro2011. Manajemen Limbahhttp://kuntoanggoro. blogspot.
com/2011/06/manajemen-limbah-rph.html. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.
Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di
Indonesia. P. T.BinaAnekaLestari,Jakarta.
Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina
Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=47&Itemid=4. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar