Rabu, 26 April 2017

ILMU LINGKUNGAN TERNAK “ MANAJEMEN TERNAK DI DAERAH TROPIS”

ILMU LINGKUNGAN TERNAK
“ MANAJEMEN TERNAK DI DAERAH TROPIS”

logos

OLEH :

GORISMAN MATUALESI
L1A1 13 009

KELAS A


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI

2014

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar belakang
            Rumah Potong Hewan adalah (RPH) adalah suatu bangunan atau komplekbangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratanteknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH yang ada di Kota Pontianak sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi kebutuhan penduduk sekitarnya. Rumah Potong Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan disekitarnya. Selain menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa dimanfaatkan dan limbah.
            Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food). Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.

B.  Tujuan dan Manfaat
            Tujuan dari diadakannya praktikum ini adalah  sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari.
2.      Untuk mengetahui penanganan limbah serta hasil limbah RPH Kota Kendari.
3.      Untuk mengetahui  dampak keberadaan RPH terhadap masyarakat sekitar.
            Manfaat dari diadakannya praktikum ini adalah  sebagai berikut :
1.      Dapat mengetahui manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari
2.      Dapat mengetahui mengetahui penanganan limbah serta hasil limbah RPH Kota Kendari
3.      Dapat mengetahui dampak keberadaan RPH terhadap masyarakat sekitar.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  RPH (rumah potong hewan)
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan bagi konsumsi masyarakat luas. RPH Kota Bogor memiliki konsep terpadu dimana RPH  tidak hanya memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas tetapi juga RPH dilengkapi dengan kandang-kandang penampungan, pasar hewan, klinik, meat shop dan unit pengolahan ayam ungkep, koasistensi/ magang/ penelitian/ study banding ( pelajar, mahasiswa dan instansi (pemerintah maupun swasta) serta menjadi kawasan eduagrowisata sehingga pelayanan yang diberikan sangat lengkap dari hulu ke hilir atau one stop shopping. RPH Terpadu Kota Bogor yang berdiri di atas lahan 5 Ha diharapkan dapat menjadi RPH percontohan  di Indonesia.
Daging merupakan bahan pangan asal ternak yang dibutuhkan oleh manusia karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel- sel baru, pergantian sel-sel rusak serta diperlukan bagi metabolisme tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat, daging harus memenuhi aspek kuantitatif, aspek kualitatif (nilai gizi), aspek kesehatan (syarat-syarat hygiene) dan aspek kehalalan, sehingga diperoleh produk yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
            Mengingat beberapa permasalahan tersebut diatas maka setiap kegiatan yang bergerak dan berhubungan dengan penanganan daging harus dilaksanakan dengan memenuhi persaratan kesehatan masyarakat veteriner. Sehingga masyarakat konsumen daging akan dapat memperoleh manfaat dan nilai kelebihan akan gizinya serta sekaligus dapat terhindar dari penularan penyakit zoonosis, (Rumah potong hewan terpadu, 2014).


B.   Syarat dan standar kelayakan RPH
            Syarat–syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah Tingkat I dan memenuhi kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993). Berikut ini syarat-syarat RPH (rumah potong hewan) :
a.       Merupakan tempat atau bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi dengan atap, lantai dan dinding.
b.      RPH memiliki tempat atau kandang untuk menampung hewan sebelum pemotongan. Pada tempat atau penampungan tersebut, hewan diistirahatkan dan diperiksa kesehatannya (pemeriksaan antemortem).
c.       Memiliki persediaan air bersih yang cukup.
d.      Tempat atau bangunan dilengkapi dengan sumber cahaya (misalnya lampu petromaks).
e.       Terdapat meja atau alat penggantung daging,agar daging tidak bersentuhan dengan lantai.
f.       Terdapat saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga lantai tidak digenangi air buangan dan air bekas cucian.
g.      Diawasi oleh dokter hewan atau pemeriksa daging atau petugas berwenang dari Dinas Peternakan.
h.      Setelah proses pemotongan, RPH harus dibersihkan sehingga terjaga kebersihan dan kesehatan RPH (Anonim 2006).
            Desain dan tata ruang akan membicarakan permasalahan kompleks Rumah Potong Hewan yang meliputi bangunan dan perlengkapannya beserta denah dari berbagai tipe RPH. Pembahasan ini banyak diambil dari pendapat Lestari (1993).
Produk peternakan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak dan dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit dari hewan ke manusia. Untuk itu dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging yang sehat dan tidak membahayakan manusia bila dikonsumsi sehingga harus memenuhipersyaratankesehatan
(Koswara,1988).
            Tata ruang RPH yang baik dan berkualitas biasanya dirancang berdasarkan desain yang baik dan berada di lokasi yang tepat untuk memenuhi keperluan jangka pendek maupun jangka panjang dan menjamin fungsinya secara normal. Secara garis besar dari berbagai syarat bangunan dan perlengkapan yang diperlukan, maka RPH dapat diterjemahkan dalam tata ruang sesuai dengan tipenya(Lestari,1993).
            Perancangan bangun RPH berkualitas sebaiknya sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan sebaiknya sesuai dengan Instalasi Standar Internasional dan menjamin produk sehat dan halal.RPH dengan standar internasional biasanya dilengkapi dengan peralatan moderen dan canggih, rapi bersih dan sistematis, menunjang perkembangan ruangan dan modular sistem. Produk sehat dan halal dapat dijamin dengan RPH yang memiliki sarana untuk pemeriksaan kesehatan hewan potong, memiliki sarana menjaga kebersihan, dan mematuhi kode etik dan tata cara pemotongan hewan secara tepat. Selain itu juga harus bersahabat dengan alam, yaitu lokasi sebaiknya di luar kota dan jauh dari pemukiman dan memiliki saluran pembuangan dan pengolahan limbah yang sesuai dengan AMDAL (Lestari, 1993).

C.  Penanganan Limbah
            Menurut Darmawan & Lions (1981)Metode sederhana & relatif murah utk pengolahan limbah RPH (tetapi metode ini hanya sedikit menanggulangan problema lingkungan &  dengan memisahkankesehatan) komponen-komponen yang terdapat di dalam cairan RPH, seperti
1.      Darah, dapat dikumpulkan di bak pengumpulan darah atau dialirkan ke bah ksusus dengan sistem drainage sehingga darah tidak bercampur dengan limbah cair lain dan dapat dioleh sebagai hasil ikutan (by product)
2.      Lemak, dapat dikumpulkan dengan menangkap partikel-partikel lemak dengan menggunakan sistem perangkat Bahan padat dapat dikumpulkan dengan cara mencuci & memisahkan isi perut (rumen) kemudian menyaring limbah cair tersebut.
Penanganan limbah pasca pemotongan di RPH dilakukan hanya pada isi rumen, selain dari limbah isi rumen tersebut seperti tulang, darah, kulit dan lainnya dijual pada masyarakat atau perusahaan yang berproduksi di bidang limbah peternakan seperti perusahaan kerupuk kulit, tepung tulang, tepung darah dan lainnya.
Sebenarnya isi rumen dapat dijadikan kompos, akan tetapi RPH Ambarawa memilih untuk membuang ke sungai. Cara pembuangannya yaitu dengan cara mencuci rumen di dalam air yang mengalir lalu air hasil cucian dialirkan ke sungai saluran air tetapi sebelum air hasil cucian sampai di sungai saluran air dibuat zig – zag agar sampai di sungai hanya airnya saja, dan isi rumen yang ikut hanyut tersangkut di dalam saluran air yang berbentuk zig – zag.

Cara pengolahan limbah menurut Dart (1985)
1.      Chemical Treatment
            Partikel-partikel yang kecil dari zat organik tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi, untuk mengatasi hal ini, maka partikel yang kecil perlu digabungkan menjadi kumpulan partikel. Proses koagulasi ini dengan cara menambahkan coagulant seperti Alumino Feric (setara dengan 17 ppm Aluminium), dan dapat mengurangi kadar BOD5 air limbah dari 856 ppm menjadi 305 ppm (reduksi 64%).
2. An aerobic Biological Treatment
            Proses digesti anaerobic diselenggarakan tanpa adanya gas oksigen mikro organisme anaerobic dalam proses tersebut menggunakan oksigen yang terdapat dalam bahan organik. Pada pengolahan air limbah dengan cara ini, bahan organik di dalam limbah tersebut akan dipecah menjadi gas Methane (CH4) dan karbondioksida (CO2).Dengan cara ini reduksi kadar BOD5 air limbah RPH dapat mencapai 95%


3. Aerobic Biological Treatment
            ada 3 cara utama pengolahan limbah cair RPH secara aerobic dengan menggunakan prinsip-prinsip biokimiawi, yaitu :Activated sludgeMikroorganisme aerobik bereaksi dengan udara sehingga terjadi proses biologis oleh bakteri tsb. Setelah proses terjadi, cairan yang tercampur tadi mengalir menuju tangki pengenadapan di mana Activated sludge mengendap & terjadi proses biologis bakteri aerob, Sehingga cairan supernatant di tangki pengendapan dihancurkan & keluar sebagai efluen.
b. Oxydation Ponds
            Kolam oxidasi adalah bentuk sederhana dari Aerobic biological treatment dan dapat dipandang sebagai proses pengolahan limbah secara alam.
memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang, baktyeri dan oksigen
àPrinsip kerjanya.
c. Trickling Filters
            Pada Trickling Filters digunakan saringan tipis seperti film yang mempunyai permukaan kuat.Limbah ditahan pada permukaan filter & langsung turun ke bawah, sementara itu udara percolasi menembus tapis tengah & memberikan suply oksigen untuk purifikasi.Trickling Filters merupakan metoda yang baik untuk pengolahan limbah cair RPH & industri daging karena standard efluent yang baik dapat dicapai.
            Pemusnahan limbah padat RPH yaitu dengan :
a.       Dibakar metode ini paling baik & memuaskan. untuk memusnahkan limbah padat RPH yang tidak dapat didaur ulang adalah dengan jalan membakar limbah padat tersebut dalam suatu tungku pembakaran (Incenirator).
b.      DitanamCara ini tidak dianjurkan karena bahan-bahan berbahaya dari limbah tersebut dapat digali kembali oleh binatang lain. Dampak psitif atau manfaat tersebut dapat berupa :Hygiene lingkungan pada daerah sekitar RPH menjadi lebih baik.


D.  Dampak limbah terhadap lingkungan
Dampak positif atau manfaat tersebut dapat berupa :
1.      Hygiene lingkungan pada daerah sekitar RPH menjadi lebih baik.
Daerah tsb tidak dicemari oleh darah, isi rumen & intestinal, serta kotoran ternak (feses) yang menumpuk. Keadaan lingkungan yang baik & bersih dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga produktivitas masyarakat kerja dapat lebih ditingkatkan lagi.
2.      Berkurangnya tempat untuk berkembang biak binantang penyebab dan penyebar penyakit, sehingga incidence penyakit yang erat hubungannya dengan keburukan pengelolaan limbah RPH dapat ditekan.
3.      Daging asal ternak yang dipotong di RPH dapat terhindar dari kontaminasi penyakit, sehingga tujuan utama pendirian RPH dapat terpenuhi yaitu memproduksi daging yang sehat dan aman bagi konsumen (Kunto anggoro 2011)
pencemarannya yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan pencermaran. Biasanya limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama dan tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat dilihat.
Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang ditimbulkan yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau keracunan raksa (Hg) di Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).


BAB II
METODE PRAKTIKUM

A.       Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal  06 Desember 2014 mulai pukul 07.00 WITA sampai selesai, bertempat di RPH (rumah potong hewan), Kelurahan Anggoya Kota Kendari.
B.       Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum pengolahan lahan hijauan makanan ternak
No.
Alat
Kegunaan
1.
Alat tulis
Untuk mencatat hasil praktikum
2.
Kamera
Untuk dokumentasi

Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum pengolahan lahan hijauan makanan ternak
No
Bahan
Kegunaan
1.
Sapi jantan dan betina
Sebagai objek pengamatan


C.      Prosedur Kerja
Prosedur  kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu :
1.         Menyiapkan alat dan  bahan  yaitu alat tulis, kamera dan sapi.
2.         Mendengarkan arahan dari kepala RPH tentang manajemen lingkungan dan proses sanitasi.
3.         Mengamati lingkungan disekitar RPH
4.         Mewawancarai masyarakat disekitar lingkungan RPH tetang dampak keberadaan RPH terhadap masyarakat.







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


A.       Manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi
ü Daging ASUH
Aman     :Daging tidak mengandung bahaya biologo,kimiawi, dan fisik yang
dapat menyebabkan penyakit serta mengganggu kesehatan manusia.
Sehat     : Daging memiliki zat-zat yang dinbutuhkan dan beguna bagi tubuh
 manusia
Utuh      :Daging tida dicampur dengan bagian lain dari hewn tersebut atau bagian
dari hewan lain
Halal    : Hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat
 agama islam.

Penyembelihan halal
Persyaratan penyembelihan :
1. Orang yang menyembelih harus beragama islam, dewasa( baligh) dan berkal sehat baik laki-laki maupun perempuan
2.  Pada saat akan menyembelih disunatkan membaca shalawat dan takbir 3 kali disamping membaca basmallah
3.  Alat penyembelih harus tajam dan bersih
4. Penyembelihan dilakukan pada pangkal leher dengan memutuskan alurn pernafasan, makanan, dan pembuluh darah leher dengan sekali sayatan.
Persyaratan ternak :
1. Ternak harus dalam keadaan hidup, sehat dan bersih
2. Ternak menghadap kiblat
3. Menghindari ternak stres sebelum disembelih
4. Setelah penyembelihan, darah dibiarkan keluar sampai berhenti mengalir kemudian dilakukan mengerjakan berikutnya

Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mengutamakan atau menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat derajat kesehatan manusia. Menurut Ehler and Steel (1980), sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor lingkungan yang dapatmerupakan mata rantai penularan penyakit. Pengertian sanitasi mengarah kepada usaha konkrit dalam mewujudkan kondisi hygiene dan usaha ini dinyatakan dengan pelaksanaan di lapangan berupa pembersihan, penataan, sterilisasi, penyemprotan hama, dan sejenisnya. Oleh karena itu jika hygienis merupakan tujuan, maka sanitasi merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut maka diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan hygienis dan sanitasi sedangkan menurut West, Wood dan Harger (1996) sanitasi berasal dari bahasa latin ”sanus” yang berarti ”sound and healthy”atau bersih secara menyeluruh.

B. Penanganan Limbah Serta Hasil Limbah
Berdasarkan pengamatan yang dilakuakan limbah dari pemotongan sapi di RPH belum terkeelola dengan baik.Disekitar RPH masih banyak terdapat kotoran kotoran yang tidak dikelola, terutama pada limbah cair yang bisa menimbulkan bau yang tidak sedap karena mengandung gas. Petugas RPH biasanya mengatasi bau yang tidak sedap dilakukan dengan cara menambahkan larutan E4 kedalam limbah-limbahdari pemotongan. Namun perlakuan ini tidak efektif karena walupun dengan penambahan E4 bau dari limbah ini tetap tercium bila tertiup oleh angin.
Kotoran atau limbah RPH ini sebenarnya dapat memberikan keuntungan yang bersar apa bila dikelola  dengan baik, selain itu dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Pada limbah cair misalnya dapat diolah menjadi biogas melalui proses fermentasi. Menurut (Padmono, 2005) penggunaan teknikanaerobik memberikan suatu penyelesaian darisisi limbah cair RPH, karena ditinjau darijumlah   komposisi   dan   konsentrasipencemarannya,  sangat  sesuai  untukmengolahnya secara anaerobik yang dapatbanyak menurunkan tingkat pencemaran tinggidalam air limbahnya.
Menurut (Budiyono, 2007) Pengolahan air limbah secara biologis terutama diarahkan untuk mengolah kandungan bahan organic terlarut dari air limbah. Teknik ini memanfaatkan jasa mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik untukmemenuhi kebutuhan metabolismenya dengan cara mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air limbah.Proses pengolahan secara aerobik memiliki beberapa keterbatasan antara lain memerlukan energi yang tinggi untukaerasi dan menghasilkan lumpur dalam jumlah besar sehingga memberikan permasalahan tersendiri bagilingkungan.

C.Dampak Keberadaan RPH Terhadap Masyarakat sekitar
Pendapatmasyarakatdisekitar RPH denganadanya RPH
Narasumber 1
Pendapat         :secaraumumlebihbanyakuntungdaripadaruginya
Keuntungan:lebihmudadalammendapatkandagingdenganharga yang murahdantempatnya yang lebihdekat.
Kerugian         :Baudarikotarankadang-kadangterciumkarnahembusan angin
Saran               : sebaiknyapihak RPH lebihmengaturmenejemendidalam RPH agarlebihmemperhatikansapi yang keluarmasukdalamkandang.
Narasumber 2
Pendapat         : masyarakatsangatsenangdenganadanya RPH dikotaKendari
Keuntungan    :  tempatpemotongandekatsehinggadapatmemudahkanmendapatkandaging yang baikdanberkualitas.
Saran               : sebaiknyalimbahdarisapi yang dipotongdapatdiolahsebagaipupuk yang biasbermanfaatbagimasyarakat.
Narasumber 3
Pendapat         : tidakadakeuntungandenganadanya RPH
Kerugian         :  adanya RPH menimbulkankerugianbagimasyarakat, utamanyaadanyapencemaransungaiolehlimbadaripemotongan
Saran               :sebaiknyapembuangankotoranataulimbahdari RPH perludiolahlebihbaik, misalnyadiolahmenjadi biogas ataupupuk yang dapatmemberikanmanfaatbagimasyarakat.

BAB V
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum sifat kualitatif dan sifat kuantitatif sapi sebagai berikut :
1.      Manajemen lingkungan dan prosedur sanitasi RPH Kota Kendari yaitu untuk manajemennya lingkungannya yaitu untuk dagingnya manajemennya secara asuh yaitu aman, sehat, utuh dan halal  dan lingkungannya sangat bau dimana limbah kotoran ternak kurang diberrsihkan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap didalam kandang maupun diluar kandang. Untuk proses sanitasinya Menurut Ehler and Steel (1980)
2.      RPH  di Kendari yaitu belum terkeelola dengan baik.Disekitar RPH masih banyak terdapat kotoran kotoran yang tidak dikelola, terutama pada limbah cair yang bisa menimbulkan bau yang tidak sedap karena mengandung gas. Petugas RPH biasanya mengatasi bau yang tidak sedap dilakukan dengan cara menambahkan larutan E4 kedalam limbah-limbahdari pemotongan. Namun perlakuan ini tidak efektif karena walupun dengan penambahan E4 bau dari limbah ini tetap tercium bila tertiup oleh angin.
3.      Dampak keberadaan RPH dikota kendari terhadap masyarakat sekitar yaitu dari 3 orang masyarakat yang diwawancarai dimana 2 orang mengatakan sangat menguntungkan dan yang 1 mengatakan sangat merugikan. Adapun yang 2 orangnya bilang bahwa sangat menguntungan karena sangat muda dalam mendapatkan daging yang baik dan berkualitas serta harga yang murah. Sedangkan yang 1 orang mengatakan sangat merugikan karena adanya RPH (rumah potong hewan) menimbulkan  pencemaran sungai oleh limba dari pemotongan.




B.   Saran
           
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum selanjutnya,agar waktu praktikum asisten lebih rinci lagi menjelaskan agar kami lebih mengerti pada saat melakukan praktikum,sehingga kami tidak melakukan kesalahan pada saat praktikum berlangsung.



























DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006.Standar Naasional Indonesia Sub Sektor Peternakan.http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/info.html. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.


Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.

Kuntoanggoro2011. Manajemen Limbahhttp://kuntoanggoro. blogspot. com/2011/06/manajemen-limbah-rph.html. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.

Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T.BinaAnekaLestari,Jakarta.

Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Rumahpotong hewan terpadu, 2014 http://rphterpadu.
kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=47&Itemid=4. Diakses pada hari Senin 15 Desember 2014.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar