LAPORAN LENGKAP
ILMU TILIK DAN TINGKAH LAKU TERNAK
OLEH:
Gorisman
Matualesi
L1A1
13 009
KELAS:
A
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di
seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan
hal asing.
Istilah
"Ayam kampung" semula adalah kebalikan dari istilah "ayam
ras", dan sebutan ini mengacu pada ayam yang ditemukan berkeliaran
bebas di sekitar perumahan. Namun demikian, semenjak dilakukan program
pengembangan, pemurnian, dan pemuliaan beberapa
ayam lokal unggul, saat ini dikenal pula beberapa ras unggul ayam kampung .
Untuk membedakannya kini dikenal istilah ayam buras (singkatan dari "ayam bukan ras") bagi ayam
kampung yang telah diseleksi dan dipelihara dengan perbaikan teknik budidaya
(tidak sekadar diumbar dan dibiarkan mencari makan sendiri). Peternakan ayam
buras mempunyai peranan yang cukup besar dalam mendukung ekonomi masyarakat
pedesaan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
pemeliharaannya relatif lebih mudah.
1.2
Tujuan pratikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami tingkah laku ayam kampung dengan pola pemeliharaan intensif di kandang
pembibitan unggas di FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO.
1.3 Manfaat pratikum
Adapun manfaat pada pratikum kali ini adalah semua
pratikan dapat mengetahui dan memahami tingkah laku ayam kampung dengan pola
pemeliharaan intensif di kandang pembibitan unggas di FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO.
1.4. Rumusan masalah
1.
Bagaimana mengetahui dan memahami tingkah laku ayam kampung dengan pola pemeliharaan
intensif di kandang pembibitan unggas di FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU
OLEO.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Ayam kampong
Ayam kampung merupakan
salah satu jenis ternak
unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi
masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing Istilah "Ayam
kampung" semula adalah kebalikan dari istilah "ayam ras",
dan sebutan ini mengacu pada ayam yang ditemukan berkeliaran bebas di sekitar
perumahan.
Namun demikian, semenjak
dilakukan program pengembangan, pemurnian, dan pemuliaan
beberapa ayam lokal unggul, saat ini dikenal pula beberapa ras unggul ayam
kampung. Untuk membedakannya kini dikenal istilah ayam buras (singkatan dari "ayam bukan ras") bagi ayam
kampung yang telah diseleksi dan dipelihara dengan perbaikan teknik budidaya
(tidak sekadar diumbar dan dibiarkan mencari makan sendiri). Peternakan ayam
buras mempunyai peranan yang cukup besar dalam mendukung ekonomi masyarakat
pedesaan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
pemeliharaannya relatif lebih mudah(Goenarso;2003).
Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia
bagi ayam
peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya
massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras
yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut.Ayam kampung tidak
memiliki istilah ayam kampung petelur ataupun pedaging. Hal ini disebabkan ayam
kampung bertelur sebagaimana halnya bangsa unggas dan mempunyai daging
selayaknya hewan pada umumnya.
Sejarah ayam kampung dimulai dari generasi
pertama ayam kampung yaitu dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus).
Jenis ayam kampung sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Kutai..
Pada saat itu, ayam kampung merupakan salah satu jenis persembahan untuk
kerajaan sebagai upeti dari masyarakat setempat. Keharusan menyerahkan upeti
menyebabkan ayam kampung selalu diternakan oleh warga kampung dan menyebabkan
ayam kampung tetap terjaga kelestariannya. Indonesia dianggap sebagai negara
produsen yang aman karena produk ternak yang masih murni alami, dan bebas
penyakit mulut dan kuku. Sampai saat ini ekspor hasil peternakan Indonesia
relatif kecil dibandingkan nilai impor, tetapi tetap menggembirakan karena
ekspor terus mengalami pertumbuhan 17 persen per tahun (Djanubito, 1994.).
2.2.
Tingkah laku ayam kampong
Tingkah laku ternak merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan
terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam
seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah
lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang
didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat
liar, sifat mengeram, sifat terbang dan agresif, musim kawin yang lebih panjang
dan kehilangan sifat berpasangan (Claude, 1999).
Tingkah laku ayam pada
tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar untuk menyesuaikan
tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun
kemampuan belajar ayam ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga
terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies meskipun secara umum
relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu
berupa tingkah laku dasar.(Ciptono; 2007).
Beberapa tingkah laku Hubungan anak - induk yaitu: Secara
alamiah
15 menit setelah menetas anak ayam menciap-ciap bila tidak menemukan induknya butuh
kehangatan induk merasa terpanggil oleh ciapannya :IMPRINTING Penglihatan kurang berperan: Percobaan
dengan cungkup gelas anak ayam dalam
cungkup tidak tembus suara, anak ayam tidak akan didekati oleh induknya, meskipun
jelas terlihat anak ayam di balik dinding
akan terus dicari induknya, karena terdengar suaranya paling penting pada
hubungan anak ayam dengan induk adalah melalui
pendengaran. Letak induk dan anak berjauhan induk dapat mengetahui keadaan
anaknyaÞ melalui
suaranya.misal: anak ayam menciap karena:
kesulitan/kesakitan/terjepit tidak ada makanan, ketakutan: ada elang tersesat
kegirangan karena mendapat cacing Induk akan ”mengutruk” sebagai tanda
memanggil anaknya : ada makanan memanggil anaknya : untuk mengikuti memberitahu
adanya bahaya memberitahu posisi
dan keberadaannya. Induk mengasuh anak : anak tidur / berlindung dibawah lipatan
sayap induknya Bila anak sudah berumur
12–16 minggu :penyapihan dimulai, hubungan antara induk - anak mulai renggang pada
umur tersebut anak aayam mampu mencari makan sendiri, menghindari bahaya bila
tidak mau pisah Þ
dipatuk/diusir.(Ferianta: 2007).
2.3.
Sistem pemeliharaan
Sistem
pemeliharaan pada ternak ayam kampong yang perlu di perhatikan yaitu Pakan dan
pola makan ayam kampong. Pakan
hewan harus cukup jumlahnya dan berkualitas baik. Pakan hendaknya mengandung
nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan
kandungan-kandungan lainnya
(Nurul H, ; 2008).
Pakan
hewan dapat berupa serat kasar dan konsentrat. Serat kasar terdiri atas
sejumlah pakan yang berisi nutrisi dengan konsentrasi yang rendah, seperti hay,
silage, dan batang jagung . konsentrat adalah bahan pakan dengan nutrisi tinggi
dan termasuk tanaman biji-bijian dan residu dari proses industri bijian dan
bahan lain untuk konsumsi orang (Feriata ; 2007).
Pakan yang
dicampur secara tidak merata dapat menyebabkan ketidakseragaman berat pasar
ayam. Hal ini dikarenakan ayam tidak menerima zat gizi yang merata. Dengan kata
lain, mungkin terdapat ayam yang menderita zat gizi yang berlebihan dan adapula
yang kekurangan. Bentuk butiran yang terlalu besar dengan bahan pakan lainnya,
karena ayam cenderung memilih butiran yang besar. Untuk
menghindari hal ini, maka pakan-pakan dibuat pelet. Dengan pelet ayam mau tidak
mau akan memakan pakan tersebut tanpa bisa memilih
Menurut para ahli menggemukakan :
Rasyaf (2002) berpendapat bahwa makanan dan minuman tetap harus
diberikan. Tempat minum dibersihkan dahulu, kemudian dibersihkan dahulu
kemudian diidi dengan air minum baru yang bersih. Tiga hari pertama tetap
diberikan air minum bercampur vitamin, mineral + antibotika. Tetapi tidak perlu
dicampur gula lagi. Vitamin, mineral dan antibiotika berguna untuk memulihkan
kondisi anak unggas dan mencegah kemungkinan serangan penyakit. Kemudian
makanan diberikan sesuai dengan kebutuhan anak unggas.
Djanah (1985) menyatakan bahwa pengaturan kapasitas kandang tidak boleh
berlebihan (over crowed) sehingga ayam berjejas-jejas. Karena ayam broiler
memiliki badan besar, maka kepadatan harus diusahakan lebih longgar dari pada
petelur. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin suasana kandang tetap segar dan
ayam dapat kesempatan makan minum yang sama. Tingkat kepadatan setiap kandang
sangat ditentukan oleh : umur ayam yang bersangkutan, suhu lingkungan daerah
panas atau dingin, ventilasi sempurna atau tidak ada kandungan CO2.
Fadillah (2000) berpendapat bahwa pakan untuk ayam broiler
komersial harus tersedia setiap saat atau full feed. Sementara itu, teknik
pemberian pakan pada ayam broiler breeder relatif beragam dengan tujuan untuk
mencapai berat badan pullet sesuai dengan standar dan tingkat keseragamannya.
Fadillah (1998) berpendapat bahwa secara garis besar nutrisi
dalam pakan ayam tersiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan
air. Energi sering dikelompokan sebagian dari zat makanan karena dihasilkan
dari proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein tubuh.
Djanah (1985) menyatakan bahwa pengaturan kapasitas kandang tidak boleh
berlebihan (over crowed) sehingga ayam berjejas-jejas. Karena ayam broiler
memiliki badan besar, maka kepadatan harus diusahakan lebih longgar dari pada
petelur. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin suasana kandang tetap segar dan
ayam dapat kesempatan makan minum yang sama. Tingkat kepadatan setiap kandang
sangat ditentukan oleh : umur ayam yang bersangkutan, suhu lingkungan daerah
panas atau dingin, ventilasi sempurna atau tidak ada kandungan CO2.
Vick tobing (2004), menyatakan bahwa pada hari pertama minggu ke
3, pemanas sudah bisa pada hari pertama minggu 3, pemanas sudah bisa
dikeluarkan dari kandang dan tirai plastik disekelilng kandang mulai diatur
pembukaan dan penutupannya. Tirai digunakan untuk mengontrol kestabilan suhu
kandang dari daerah tropis perbedaan suhu siang dan malam sangat tinggi. Untuk
itu tirai harus dibuka. Pada siang hari dan tutup pada malam hari. Pembukaan
dan penutupannya tirai perlu disesuaikan dengan suhu ruang yang harus konstan
sebesar 29oC.
BAB III
METODE PRATIKUM
3.1.
Waktu dan tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari selasa, 22 november 2013 di Kandang Peternakan
Universitas halu oleo kendari pada pukul 08.00 sampai dengan selesai.
3.2.
Bahan dan alat
Adapun
bahan yang digunakan pada pratikum kali ini adalah:
Bahan
|
Kegunaan
|
Ayam kampong
|
Sebagai obyek pengamatan
|
Adapun
alat yang digunakan paa pratikum kali ini adalah:
No
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Buku
|
Untuk mencatat hasil pengamatan
|
2
|
Folpen
|
Untuk menulis
|
3
|
Kamera
|
Untuk mengambil gambar atau video
selama pengamatan dilakukan.
|
3.3. Prosedur pratikum
Langkah pertama yang dilakukan dalam
praktikum Ilmu tilik dan tingkah laku dan Kinerja tentang pengamatan tingkah
laku ayam kampong dengan pemeliharaan intensif di kandang pembibitan
unggas Fakultas Peternakan Universitas
Halu oleo Kendari yaitu : mengamati tingkah laku social ayam kampong dengan
karateristik ayam betina mancakar, gelisah, sedangkan pada ayam kampong
jantan dengan karateristik
bertengker.selanjutnya mengamati tingkah laku bertelur, mengamati tingkah laku
kawin, mengamati tingkah laku minum dengan karateristik menelan air sebanyak 7
kali lalu ternak tersebut diam sejenak, sambil mengamati tingkah laku ternak
tersebut kami mencatat hasil pengamatan yang kami peroleh dan kami merekam pada
tingkah laku bertelur dan tingkah laku
kawinnya. Selanjutnya kami mengamati tingkah laku makan pada semua
ternak dengan karateristik memotok sebanyak 5 kali lalu berhenti sejenak, lalu
kami menulis hasil pengamatan yang kami peroleh dari hasil penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil pengamatan
A.
Tingkah laku sosial
Tingkah laku (etogram)
|
Gambaran karateristik yang di
amati
|
Tingkah laku social
|
Ayam betina mencakar-cakar,
tegang, mencakar-cakar.
|
Tingkah laku sosial tenak adalah tingkah laku yang
biasa dan dapat diduga yang terjadi antara dua atau lebih individu pada
kelompok orang atau hewan (Lynch dan Alexander, 1986) hubungan sosial
berdasarkan jenis kelamin dan umur (Tabel 1.1). Manusia telah mengubah
pengelompokan sosial ternak. ternak sering hanya dikelompokkan menjadi satu
jenis kelamin atau satu kelompok umur saja, bukannya campuran dari keduanya
atau kelompok yang kompleks yang terdiri dari hewan dengan tingkat reproduksi
yang masih berfungsi, muda, dan anak-anak yang didapatkan sebelumnya dalam
keadaan liar. Control terhadap kelompok-kelompok sering diubah, yang mengarah
pada tingkah laku menyerang sementara hubungan dominasi sedang dibentuk
kembali. Factor-faktor managemen ini mungkin mempengaruhi tingkah laku ternak
peliharaan. Tingkat pengaruh paling tidak sama dengan pengaruh seleksi genetik.
Hubungan sosial atara hewan berdasarkan jenis kelamin dan
umur yaitu
Jantan-jantan lain Hirarki dominasi yang
tertinggi-terendah; daerah bagi subordinansi, Jantan-betina kemungkinan
interaksi social Hubungan seksual, hubungan dominasi, Jantan-anak intraksi
sosialnya Penjagaan, tidak peduli, kekejaman, Betina-betina interaksi sosialnya
Berkelompok, hubungan dominan, penjagaan terhadap anak, etina-anak
interaksi sosialnya Pemeliharaan, perlindungan, menyusui, tidak peduli, Anak-anak
tingkah laku sosialnya Hubungan teman, bermain, hubungan dominasi.
B.
Tingkah laku makan
Tingkah laku (etogram)
|
Gambaran karateristik yang di amati
|
Tingkah laku makan
|
Mematok sebanyak 5 kali lalu berhenti
sejanak
|
Anak
ayam baru menetas : mematuk segala , lama-lama bisa memilih objek yang harus
dipatuk proses belajar:Þ < 30 jam setelah menetas :
cerebellum 30 jam kemampuan mengingat menurunÞ pilihan ayam:Þ
bentuk, warna, sentuhan
periode gugup : periode mencoba bila sering terjadi, akan berpengaruh terhadap produksi (biasa terjadi pada pemberian pakan yang berubah-ubah) Nafsu makan meningkat bila melihat temannya makan. Sedangkan pada ayam yang dewasa.
periode gugup : periode mencoba bila sering terjadi, akan berpengaruh terhadap produksi (biasa terjadi pada pemberian pakan yang berubah-ubah) Nafsu makan meningkat bila melihat temannya makan. Sedangkan pada ayam yang dewasa.
C.
Tingkah laku minum
Tingkah laku (etogram)
|
gambaran karateristik yang dia
amati
|
Tingkah laku minum
|
Menelan air sebanyak 7 kali lalu
diam sejenak
|
Anak ayam tidak belajar minum, tetapi
belajar makan, mematuk. Mula-mula mematuk serpihan ringan (dedak) yang
meng-apung di atas air, dari pengalaman itu ayam belajar minum Praktis: Makan
dan minum diberikan dalam waktu 24 jam setelah menetas, makin cepat
belajar makin baik Ayam sangat
membutuhkan air. Pada ayam yang dewasa tingkah laku minumnya berbeda dan ayam
dewasa proses menelan air sebanyak 7 kali lalu diam sejanak selanjutnya di
lanjutkan lagi sampai rasa hausnya hilang.
D. Tingkah laku kawin (seksual)
Tingkah laku (etogram)
|
Gambaran karateristik yang diamati
|
Tingkah lalu kawin
|
ayam betina ser betina lalu berputar
mengelilingi betiana
|
Tingkah laku seksual
termasuk tingkah laku sosial, sebab:
Menyangkut lebih dari satu ekor Ayam adalah hewan poligami, pada jantan Tarian
WALTZ merendahkan sayap mendekati betina melangkah ke samping betina hingga
dekat sekali.Ada 3 macam tarian WALTZ diperlihatkan kepada BETINA Sebagai
pinangan
Yang sudah siap kawinSetelah selesai kawin Aktivitas pengganti mengalihkan dorongan seksual.Bila pinangan tidak ada tanggapan, JANTAN mematuk-matuk batu/mengais-ais sambil memanggil BETINA. Jika tetap tidak ada tanggapan, BETINA dikejar.
Yang sudah siap kawinSetelah selesai kawin Aktivitas pengganti mengalihkan dorongan seksual.Bila pinangan tidak ada tanggapan, JANTAN mematuk-matuk batu/mengais-ais sambil memanggil BETINA. Jika tetap tidak ada tanggapan, BETINA dikejar.
Penegakkan bulu Leher
jantan ditinggikan, bulu ditegakkan, bulu seluruh badan bergetar dilakukan
sebelum & sesudah kawin Gerakan Ekor Ekor si jantan digerakkan dengan cepat
dalam arah horizontal Gerakan Kepala Kepala dimiringkan, kemudian digerakkan
membuat satu lingkaran Penyisiran Bulu
Menggosok-gosokkan kepala pada sayapnya Hentakan Kaki Jantan berlari dengan kaki dibengkokkan, sayapnya direndahkan, sehingga menyentuh tanah, leher dipendekkan Biasanya dilakukan sebelum jantan mengejar betina. Gerakan Abnormal Jantan mengitari betina sambil mengawasinya dengan seksama
Jantan mendekati betina dari belakang lalu mematuk kepala/leher betina sambil mengepakkan sayapnya dengan cepat. Pada betina Menolak dikawini : lari
Menerima : dada, ekor merapat ke tanah, sayap dikem-bangkan untuk menjaga keseimbangan. Bersarang Akan bertelur, gelisah Proses bertelur mempengaruhi jiwa ayamÞtenang bila ada sarang yang ada telurnya. Mengeram Dapat dihilangkan melalui seleksi Untuk mencegah ayam betina mengeram:
Kandang jangan terlalu gelap Suhu jangan terlalu tinggi Litter jangan terlalu tebalDikeluarkan dari kelompok Menghentikan ayam betina mengeram:
Dilepas, dibiarkan jalan-jalanKandang yang sejuk Dimandikan (suhu tubuhnya diturunkan).Mengasuh Anak Induk umumnya agresif Penyapihan terjadi pada umur anak 12 – 16 minggu, induk berahi lagi Komunikasi Penglihatan untuk pengenalan dan ingatanbentuk dan warna kepala (jengger dan pial)Þ
warna bulu sayap/tubuhÞPendengaran Suara (kokok) sebagai alat komunikasi antara induk dengan anak, atau betina memberi tanda pejantan.
Menggosok-gosokkan kepala pada sayapnya Hentakan Kaki Jantan berlari dengan kaki dibengkokkan, sayapnya direndahkan, sehingga menyentuh tanah, leher dipendekkan Biasanya dilakukan sebelum jantan mengejar betina. Gerakan Abnormal Jantan mengitari betina sambil mengawasinya dengan seksama
Jantan mendekati betina dari belakang lalu mematuk kepala/leher betina sambil mengepakkan sayapnya dengan cepat. Pada betina Menolak dikawini : lari
Menerima : dada, ekor merapat ke tanah, sayap dikem-bangkan untuk menjaga keseimbangan. Bersarang Akan bertelur, gelisah Proses bertelur mempengaruhi jiwa ayamÞtenang bila ada sarang yang ada telurnya. Mengeram Dapat dihilangkan melalui seleksi Untuk mencegah ayam betina mengeram:
Kandang jangan terlalu gelap Suhu jangan terlalu tinggi Litter jangan terlalu tebalDikeluarkan dari kelompok Menghentikan ayam betina mengeram:
Dilepas, dibiarkan jalan-jalanKandang yang sejuk Dimandikan (suhu tubuhnya diturunkan).Mengasuh Anak Induk umumnya agresif Penyapihan terjadi pada umur anak 12 – 16 minggu, induk berahi lagi Komunikasi Penglihatan untuk pengenalan dan ingatanbentuk dan warna kepala (jengger dan pial)Þ
warna bulu sayap/tubuhÞPendengaran Suara (kokok) sebagai alat komunikasi antara induk dengan anak, atau betina memberi tanda pejantan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Tingkah
laku ternak merupakan tingkah laku untuk mencapai kenyamanannya dan menambah
perkembanganya.
2. Tingkah
laku setiap ternak berbeda perkomuniti dan mempunyai tujuan masing-masing
dengan itu kita dapat menyiapkan fasilitas atau hal yang dibutuhkan dari ternak
contoh kandang yang nyaman, tempat makan yang sesuai, memisahkan kolompok agar
tidak ada terjadi dominan dan subordinat yang merugikan subordinat, memberi
obat yang tidak meringankan rasa gatal (membersihkan/memberi obat) pada ternak
bila mereka terlihat sangat tidak nyaman dan kandang yang tidak terlalu sesak
terhadap komuniti.
3. Cara
peternak memberi fasilitas memberi dampak pada tingkah laku ternak.Ayam adalah
salah satu jenis hewan dari kelas Aves (unggas) yang bisa dimanfaatkan untuk
kehidupan manusia karena hidupnya pun di sekitar lingkungan manusia. Dalam
siklus kehidupan ayam terdapat berbagai proses yang mempengaruhi perkembangbiakan
ayam itu sendiri. Di antaranya dari segi morfologi ayam, perilaku ayam dan
proses embriologi ayam. Berbagai hal juga perlu diperhatikan dalam pemeliharaan
ayam.
5.2 Saran
Dari kesimpulan tersebut bisa didapat berbagai saran bagi
kita sebagai makhluk yang peduli dengan keadaan makhluk lain di sekitar kita
juga bagi si peternak ayam. Kita harus memperhatikan bagaimanakah perilaku
ayam, apakah sehat atau terserang penyakit. Kita juga perlu mewaspadai
tertularnya penyakit atau virus dari induk ke anak-anak ayam. Sehingga kita
dapat menyusun langkah-langkah bagaimanakah agar perkembangbiakan ayam yang
dipelihara bisa tetap utuh dan lancar.
DAFTAR PUSTKA
Djanubito, Prof.Dr. Mukayat,
Brotowidjoyo, M.Sc.1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
A.Viile, Claude, Waren F. Walker, Robert, D. Burnes. 1999. General
Zoology. Jakarta: Erlangga.
Nurul H, Arif. 2008. Buku Pintar
Flora dan Fauna Untuk Anak Cerdas. Jakarta: Kids Book.
Goenarso, Darmadi, dr. Suripto. 2003. Fisiologi
Hewan. Jakarta : UT.
Ciptono, M.Si, Ir. 2007. Hand-out
Kuliah Histologi-Embriologi Hewan. Yogyakarta: UNY.
Ferianta Fachrul, Dr. Melati. 2007. Metode
Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Anonim,
2008. Bahan Ajar Abatoir dan Ilmu Teknik Pemotongan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kotler,
P. 1997. Manajemen Pemasaran. PT. Dadi Kayana Abadi, Jakarta.
Soeparno,
1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
Anonim,
2008. Bahan Ajar Abatoir dan Ilmu Teknik Pemotongan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kotler,
P. 1997. Manajemen Pemasaran. PT. Dadi Kayana Abadi, Jakarta.
Todingan,
2010. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar