LAPORAN
PRAKTIKUM
MANAJEMEN
PENGGEMUKAN
“Manajemen Penggemukan Sapi Potong di Desa Lambusa
Kec. Konda Kab. Konawe Selatan Kota Kendari”
OLEH
NAMA
: GORISMAN MATUALESI
STAMBUK
: L1A1 13 009
KELAS : A
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU
OLEO
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sulawesi Tenggara sebagai salah satu sentraper tumbuhan ternak baru di Kawasan Timur Indonesia, memiliki sumber dayaalam yang cukup potensial untuk
pengembangan ternak, terutama ternak ruminansia.
Hal ini mengingat luas
areal lahan yang baru dimanfaatkan untuk areal perkebunan (kelapa, coklat
jambu mente) sebesar 280.546 hektar dari total luas
areal 5.432.86 hektar (BPS Sultra, 2000). Kondisitanah di Sulawesi Tenggara
yang sedikit unsure hara atau pedsolik merah kuning (PMK),
maka
daerah
ini
lebih
cocok dan
menguntungkan
bagi
pengambangan
sapi potong
.
Populasi sapi khususnya sapi bali 91% dari populasi sapi
potong di Sulawesi Tenggara. Selanjutnya dinyatakan bahwa tujuan pemeliharaan
sapi Bali di Sulawesi Tenggara adalah untuk penopang kegiatan pertanian dan
memenuhi kebutuhan hidup petani.
Usaha penggemukan sapi potong
merupakan salah satu usaha yang sudah berkembang secara pesat dan telah
menyebar di wilayah Indonesia. Dalam setiap usaha peternakan harus memperhatikan
3 hal yang sangat penting untuk keberhasilan usaha penggemukan ternak sapi
yaitu 1) breed, 2) feed, dan 3) manajemen, ketiga hal tersebut harus berkaitan
dan berhubungan satu sama lain.
Untuk keberhasilan usaha penggemukan sapi potong, maka yang harus diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan yang terarah dan pengelolah yang professional. Usaha penggemukan sapi potong sangat berkembang pesat karena masyarakat sadar akan kebutuhan hewani, sehingga permintaan akan daging terus meningkat.
Untuk keberhasilan usaha penggemukan sapi potong, maka yang harus diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan yang terarah dan pengelolah yang professional. Usaha penggemukan sapi potong sangat berkembang pesat karena masyarakat sadar akan kebutuhan hewani, sehingga permintaan akan daging terus meningkat.
Usaha penggemukan sapi potong tidak
hanya diusahakan oleh industri-industri besar tetapi juga diusahakan oleh
petani peternak meskipun dalam hal manajemen pemeliharannya petani peternak
masih relative sederhana. Usaha penggemukan sapi potong berkembang sangat pesat
karena sapi potong sebagai ternak yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Tingginya nilai ekonomis ini
ditentukan oleh berat karkas dan kualitas daging. Usaha penggemukan sapi potong
memiliki keuntungan ganda, selain pertambahan bobot badan ternak sapi, limbah
kotoran sapi dapat diproses untuk dijadikan pupuk.
Manajemen pemeliharaan usaha
penggemukan sapi potong harus diperhatikan yang meliputi: 1) perkandangan, 2)
pembibitan, 3) pakan dan pemberiannya, 4) pengendalian penyakit, 5) recording,
6) pemanenan hasil/pemasaran, 7) penaganan limbah dan 8) manajerial.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan
dari praktikum manajemen
penggemukan pada sapi potong ini yaitu untuk mengetahui sistem manajemen
pemeliharaan penggemukan
sapi potong, serta penyakit yang sering terjadi
Adapun manfaat dari praktikum manajemen penggemukan pada sapi potong ini adalah, kita mengetahui
bagaimana cara memelihara ternak yang baik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan Daging Sapi di Indonesia
Usaha penggemukan sapi akhir-akhir ini semakin berkembang.
Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat diberbagai daerah yang
mengusahakan penggemukan sapi potong. Perkembangan usaha penggemukan sapi ini
di dorong oleh permintaan daging yang terus meningkat dari tahun ketahun.
Menurut Anonimus (2004)
kebutuhan daging sapi dalam negri pada tahun 1998-2003 mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan data kebutuhan daging pada tahun
1998 sebesar 405.000kg sedangkan pada tahun 2003 kebutuhan daging meningkat
menjadi 441.000kg.
2.2. Metode Penggemukan Sapi Potong
Di Indonesia sistem penggemukan sapi dikenal dengan sistem
kereman. Dalam penggemukan sapi sistem kereman ini sapi yang dipelihara didalam
kandang terus menerus dalam periode tertentu. Sapi tersebut diberi makan dan
minum di dalam kandang, tidak digembalakan ataupun dipekerjakan (Sugeng, 2002).
Menurut Siregar (2003), sistem penggemukan terdiri dari tiga
macam penggemukan 1)Dry Lot Fattening yaitu pemberian ransum dengan pemberian
biji-bijian atau kacang-kacangan, 2) Pasture Fattening yaitu sapi yang
diternakan digembalakan dipadang pengembalaan, 3)Kombinasi anatara Dry Lot
Fattening dan Pasture Fattening yaitu system ini dilakuakn dengan pertimbangan
musim dan ketersedian pakan. Di daerah tropis pada saat musim produksi hijauan
tinggi penggemukan dilakukan dengan Pasture Fattening sedangkan pada saat
hijauan berkurang penggemukan dilakukan dengan cara Dry Lot Fattening.
2.2.1. Perkandangan
Pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan
sapi, mencegah sapi supaya tidak berkeliaran, dan menjaga kebersihan
lingkungan. Dengan adanya kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih
terjaga. Menurut Siregar (2006) pembuatan kandang untuk penggemukan memerlukan
beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Memberi
kenyamanan bagi sapi-sapi yang digemukkan dan bagi si pemelihara ataupun
pekerja kandang.
b. Memenuhi
persayaratan bagi kesehatan sapi
c. Mempunyai
ventilasiatau pertukaran udara yang sempurna
d. mudah dibersihkan
dan terjaga kebersihannya
e. memberi
kemudahan bagi peternak ataupun pekerja kandang pada saat bekerja sehingga
efisiensi kerja dapat tercapai
f. bahan-bahan
kandang yang digunakan bertahan lama, tidak mudah lapuk, harganya relative
murah dan mudah didapat didaerah sekitar
g. tidak ada
genangan ait didalam ataupun diluar kandang.
2.2.2. Pemilihan Bibit Sapi Potong
Pemilihan bibit akan menentukan majunya peternakan yang akan
dikembangkan. Bangsa-bangsa tertentu cocok apabila keadaan iklim dan pakan
sesuai sehingga mampu memberikan keuntungan tertentu dibandingakan bangsa
lainnya. Bangsa-bangsa sapi dapat dibagi menjadi 4 yaitu bangsa Eropa, bangsa
India, bangsa yang dikembangkan di Amerika Serikat dan yang terakhir disebut
bangsa eksotik. Sebenarnya tidak ada bangsa yagn sempurna sebab setiap ternak
memeliki sifat-sifat yang cocok untuk keadaan tertentu ataupun tidak cocok
untuk keadaan tertentu pula. Pemilihan suatu bangsa sapi tergantung pada
kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi
reproduksi, kemauan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan dan pertambahan
berat badan. (Blakely dan Blade, 1996)
2.2.3. Penyakit
Kejadian penyakit diare pada pedet sangat tinggi diare dapat
disebabkan oleh bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa
E. coli merupakan salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan
jaringan epitel dalam usus berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi)
menjadi metode pengeluaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit
diare berupa antibiotik (streptomicyn) dapat mengurangi populasi bakteri
sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan normal kembali.
Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa ukuran pedet yang terlalu besar pada waktu partus, menyebabkan kontraksi dinding perut yang kuat, mendorong dinding uterus membalik keluar, sedang serviks masih dalam keadaan terbuka lebar (kendor).
Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa ukuran pedet yang terlalu besar pada waktu partus, menyebabkan kontraksi dinding perut yang kuat, mendorong dinding uterus membalik keluar, sedang serviks masih dalam keadaan terbuka lebar (kendor).
Toelihere (1985) menyatakan bahwa pada dasarnya retensio
secundinae diakibatkan oleh kegagalan pelepasan kotiledon selaput dari
karangkula induk. Pengobatannya adalah plasenta yang masih tertinggal
dikeluarkan dengan cara enukleasi. Selain itu juga penyakit yang sering
menyerang induk adalah prolapsus uteri. Prolapsus
uteri atau pembalikan uterus terjadi sesudah patrus dan jarang terjadi beberapa
jam setelah itu, apabila pembalikan uterus paling tinggi hanya mencapai canalis
cervicalis keadaan ini disebut inversion uteri.Inversio uteri jarang terjadi
tanpa prolapsus uteri oleh karena itu disebut prolapsus uteri, dimana seluruh
uterus membalik dan menggantung keluar dari vulva (Toelihere, 1985).
2.2.4. Pakan
2.2.4. Pakan
Menurut Hartadi (1986) konsentrat adalah suatu bahan pakan
yang digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keseimbangan nutrisi
dari keseluruhan bahan pakan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau
pakan pelengkap.
Menurut Murtidjo (1990) bahan pakan digolongkan menjadi 3
yaitu pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. 1)Pakan hijauan yaitu
semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa
daun-daunan. Yang termasuk hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain.
Semuanya dapat diberikan untuk ternak dengan 2 macam bentuk yaitu berupa
hijauan segar dan kering. 2) pakan penguat yaitu pakan yang berkonsentrasi
tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah dan mudah dicerna.
Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes.. yang berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrient pada bahan pakan lain yang nilai nutriennya rendah. 3) pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, urea. (Anonimus, 2001).
Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes.. yang berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrient pada bahan pakan lain yang nilai nutriennya rendah. 3) pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, urea. (Anonimus, 2001).
Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu tersedianya bahan baku pakan yang digunakan, kandungan
zat-zat pakan dari bahan baku tersebut dan kebutuhan zat pakannya. Pemberian
pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat pakan dan
jumlah konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan tidak
maksimal (Tillman, 1998).
Pakan adalah bahan yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh
ternak, yang mengandung kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan ternak. Pakan
menurut cullison (1982) memiliki fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama
bagi ternak adalah;
• Sebagai bahan material untuk menyusun dan menjaga struktur tubuh.
• Sebagai bahan material untuk menyusun dan menjaga struktur tubuh.
• Sebagai sumber energi.
• Untuk menjaga keseimbangan metabolism dalam tubuh.
Adapun fungsi tambahan pakan adalah sebagai sumber energi untuk proses produksi susu, daging, kulit, dan wool. Bahan pakan yang dipilih harus berkualitas dan memenuhi syarat yaitu tidak berjamur dan tidak berdebu. Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji – bijian atau hasil samping dari pengelolaan produk pertanian seperti; bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, ampas tahu, tetes dan sebagainya. Biasanya pakan konsentrat mengandung protein yang tinggi (Darmono, 1992).
• Untuk menjaga keseimbangan metabolism dalam tubuh.
Adapun fungsi tambahan pakan adalah sebagai sumber energi untuk proses produksi susu, daging, kulit, dan wool. Bahan pakan yang dipilih harus berkualitas dan memenuhi syarat yaitu tidak berjamur dan tidak berdebu. Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji – bijian atau hasil samping dari pengelolaan produk pertanian seperti; bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, ampas tahu, tetes dan sebagainya. Biasanya pakan konsentrat mengandung protein yang tinggi (Darmono, 1992).
Dalam menyusun pakan ternak ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu tersedianya bahan baku yang akan digunakan, kandungan zat –
zat makanan dari bahan baku tersebut dan kebutuhan zat makanannya. Pemberian
pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak karena kebutuhan zat makanan
dan jumlah konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pertambahan bobot badan
tidak maksimal (Tillman, dkk; 1998).
2.2.5. Penanganan Limbah
Limbah ternak adalah
sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan
ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut
meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan,
embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll
(Sihombing, 2000).
Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik
padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci
kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber
pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam
jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu
penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan
Arianto, 2002).
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu
direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan
penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos.
Kompos merupakan hasil fermentasi atau
dekomposisi dari bahan-bahan Organic seperti tanaman, hewan, atau limbah
organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik
karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani, 1999).
III.
METODEOLOGI
PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum
penggemukan sapi potong dilakukan pada
tanggal 28
Mei
2016 di Desa Lambusa Kec Konda Kabupaten
Konawe Selatan Kota Kendari, pada pukul
08.00 sampai selesai.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1.
Alat Peraktikum
Alat
dan kegunaan yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong
dapat
dilihat pada Table 1.
Tabel 1. Alat dan
kegunaan yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
2.
|
Alat tulis
Kamera
|
Untuk mencatat
hasil pengamatan
Untuk Dokumentasi
|
3.2.2. Bahan Praktikum
Bahan dan
kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan pupuk kompos (organik) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan
kegunaan yang digunakan pada praktikum penggemukan
sapi potong
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Sapi
|
Sebagai bahan amatan
|
2.
|
Kandang
|
Sebagai bahan amatan
|
3.
|
Pakan
|
Sebagai bahan amatan
|
3.3.
Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum penggemukan sapi potong
adalah
sebagai berikut :
1. Pada
tahap pertama yaitu mempersiapkan alat dan bahan praktikum dengan lengkap.
2.
wawancara
dengan peternak terkait dengan jumlah ternak, pakan yang digunakan, ukuran
kandang, lama berternak, pengalaman berternak, modal usaha, dan lainya.
3.
dokumentasi
dengan peternak untuk kebutuhan laporan.
4.
selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil praktikum penggemukan sapi potong di Desa
Lambusa, dusun 4, Kec. Konda, Kab. Konawe Selatan yaitu
Nama Responden : Danang Kusdiman
Umur :
22 tahun
Pendidikan Terakhir : Sementara Kuliah
Pekerjaan : Peternak dan Pengusaha Tempe
Identifikasi
Ternak :
·
jenis dan jumlah ternak : sapi bali
sebanyak 7 ekor (jantan)
·
Skor kondisi tubuh :
Rata-rata gemuk, sedang
Gambaran
Kandang :
·
Kandang semi permanen dengan jarak
kurang dari 50 m dari rumah
·
Jenis kandang yaitu kandang lantai, dan
kandang kelompok
·
Pola pemeliharaan yaitu Intensif dengan cara
di kandangkan
·
Tujuan pemeliharaan yaitu untuk
digemukkan kemudian dijual
Tata
laksana pemberian Pakan
·
Pemberian pakan dilakukan dengan cara
diberikan secara langsung dikandang, dengan pemberian 3 kali sehari.
·
Jenis pakan yag diberikan berupa ampas
kedelai dan rumput hijauan
Pencegahan
dan pengendalian penyakit
·
Penyakit yang sering menyerang yaitu
lumpuh,
·
Gejala penyakit yaitu tidak mau makan,
bulu kusam, dan lumpuh
·
Penangana/pengobatan yaitu memanggil
dokter hewan
4.2.
Pembahasan
Usaha peternakan di Indonesia
didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. pengelolaannya masih merupakan
usaha sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai.
Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) mengusahakan ternak sebagai
bagian sehari-hari.
Rendahnya
populasi ternak sapi di Indonesia selama ini karena pada umumnya sebagian besar
ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dan
masih secara tradisional dengan lahan dan modal yang terbatas. Disamping itu,
ternak sapi yang dipelihara masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha
pertanian dan pendapatan total. Pengadaan bibit, pemberian makanan,
pemeliharaan atau lain sebagainya belum menggunakan teknologi modern. Dalam
usaha pemeliharaan tersebut umumnya tanpa dilandasi ilmu pengetahuan.
BPS Sultra
melaporkan bahwa ada 3 jenis sapi potong di Sulawesi Tenggara yang dipelihara
petani yaitu sapi Bali (91,1%), peranakan Ongole (5,0%), dan sapi Madura
(3,9%). Salah satu wilayah pengembangan sapi potong yang cukup prosfektif di
Sulawesi tenggara adalah Kabupaten Kendari, karena disamping potensi luas
wilayah, juga merupakan pusat pengembangan tanaman pangan strategis di Sulawesi
Tenggara. Wilayah daratan Kabupaten
Kendari umumnya berbasisi afroekosistim lahan kering, sehingga sapi bali dapat
menjadi penopang system paetanian irigasi dan tegalan.
Menurut
Abet (2001) Populasi sapi potong di Kabupaten Kendari 90% adalah sapi bali,
sedangkan khusus untuk wilayah kecamatan konda menurut data statistic setempat,
untuk tahun 2000 populasi sapi bali berjumlah 4.983 ekor, dipelihara oleh
petani peternak dan terintergrasi secara subsistim dengan pertanian pangan,
yang didominasi dengan pemeliharaan secara sederhana.
V.
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan pada hari Sabtu 28 maret 2016
sampai pembahasan yang telah dibahas diatas maka dapat disimpulkan bahwa
peternakan di desa lambusa sistem di kandangkan terus -
menerus, tidak pernah dilepaskan atau digembalakan. Pemberian pakannya secara
terus-menerus, jika habis pakan diberikan kembali. Dan kesehatan ternak
ditanggulangi dokter hewan.
5.2.
Saran
Praktikan seharusnya dapat berkunjung ke tempat peternakan lainnya agar
dapat membandingkan manajemen peternakan yang baik. Dan dapat mengaplikasikan
ke kehidupannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012c. peternakanunhas.blogspot.com/2011/04/penilaian-eksterior-tubuh-ternak.Diakses pada
tanggal 27 mei 2016
Anonim.2012e.scribd.com/doc/19206169/Teknologi-Penggemukan-Sapi-Potong. Diakses pada
tanggal 27 mei 2016
Aritonang, D. 1995. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Blakely, J. Dan D.H. Blade. 1994. Ilmu
Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Bundy, C., R. V. Diggins and V. W.
Christensen. 1976. Swine Production. Iowa State University, USA.
http://sapi.penawaran.net/jenis-sapi-limousin-sapi-po-peranakan-ongole-sapi-simental-sapi-bali
http://agusafwantonofpp.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-sapi-potong-dan-cara.html
khaeryah.blogspot.com/2010/10/manajemen-ternak-potong-jenis-kandang.
Diakses pada tanggal 27 mei 2016
Pond, W. G. dan J. H. Manner. 1974.
Swine Production in Temperate and Tropical Environments. W. H. Freeman and
Company, San Fransisco.
Sihombing,D.T.H. .1997. Ilmu Ternak Babi Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sastroamidjojo,
S.M. 1985. Ternak Potong dan Kerja. CV.Yasaguna, Jakarta.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993.
Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta